Perbedaan Sifat Saluran Distribusi Industri
a. Pengertian Distribusi
Distribusi
adalah salah satu elemen dari marketing mix. Distribusi dapat diartikan sebagai
kegiatan pemasaran yang berusaha memperlancar dan mempermudah penyampaian
barang dan jasa dari produsen kepada konsumen. Menurut The American Marketing
Association dalam buku Manajemen Pemasaran Modern oleh Basu Swastha, (2005:285)
saluran merupakan suatu struktur unit organisasi dalam perusahaan dan luar
perusahaan yang terdiri atas agen, dealer, pedagang besar dan pengecer, melalui
mana sebuah komoditi, produk, atau jasa dipasarkan. Sedangkan saluran
distribusi menurut Fandy Tjiptono, Gregorius Chandra dan Dadi Andriana (2008 :
588) didefinisikan sebagai berikut, bahwa “saluran distribusi merupakan
serangkaian partisipasi organisasional yang melakukan semua fungsi dibutuhkan
untuk menyampaikan produk/jasa dari penjual ke pembeli akhir.
Distribusi
merupakan kegiatan yang sangat penting dalam sistem pemasaran karena distribusi
yang efektif dan efisien maka barang akan cepat dipasarkan dan selanjutnya akan
dibeli dan dikonsumsi oleh konsumen. Semua perusahaan perlu melakukan fungsi
distribusi dan hal ini sangat penting bagi pembangunan perekonomian masyarakat
karena bertugas menyampaikan barang dan jasa yang diperlukan oleh konsumen.
Para ahli ekonomi sering menggunakan istilah istilah faidah tempat, faidah
waktu, faidah milik untuk menunjukan nilai distribusi.
Menurut
Kotler (1985:3) mendefinisikan saluran distribusi sebagai himpunan perusahaan
dan perorangan yang mengambil alih hak, atau membantu dalam pengalihan hak atas
barang atau jasa tertentu
selama barang atau jasa tersebut berpindah dari produsen ke konsumen. Sedangkan
Basu Swastha DH (2009:190) mendefinisikan saluran distribusi untuk suatu barang
adalah saluran yang digunakan oleh produsen untuk menyalurkan barang tersebut
dari produsen sampai ke konsumen atau pemakai industri. Saluran distribusi ini
merupakan suatu struktur yang menggambarkan alternatif saluran yang dipilih,
dan menggambarkan situasi pemasaran yang berbeda oleh berbagai macam perusahaan
atau lembaga usaha.
b. Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Saluran Distribusi
Produsen
harus memperhatikan berbagai macam faktor yang sangat berpengaruh dalam
pemilihan saluran distribusi. Menurut Basu Swastha DH (2009) faktor-faktor yang
mempengaruhi saluran distribusi :
1)
Pertimbangan Pasar Saluran distribusi sangat dipengaruhi oleh pola pembelian
konsumen, maka keadaan pasar sasaran merupakan faktor penentu dalam pemilihan
saluran distribusi. Beberapa faktor pasar yang harus diperhatikan :
a)
Konsumen atau pasar industri
b)
Jumlah pembeli potensial
c)
Konsentrasi pasar secara geografis
d)
Jumlah pesanan
e)
Kebiasaan dalam pembelian
2)
Pertimbangan Barang
Beberapa
faktor yang harus dipertimbangkan dari segi produk antara lain :
a)
Nilai Unit
b)
Besar dan berat barang
c)
Mudah rusaknya barang
d)
Sifat teknis e) Barang standard dan pesanan
f)
Luasnya product line
3)
Pertimbangan Perusahaan Beberapa faktor yang harus dipertimbangkan dari segi
perusahaan antara lain :
a)
Sumber pembelanjaan
b)
Pengalaman dan kemampuan manajemen
c)
Pengawasan saluran
d)
Pelayanan yang diberikan oleh penjual
4)
Pertimbangan Perantara Beberapa faktor yang harus dipertimbangkan antara lain :
a)
Pelayanan yang diberikan oleh perantara
b)
Kegunaan perantara
c)
Sikap perantara terhadap kebijaksanaan produsen
d)
Volume penjualan
e)
Biaya
c. Penentuan Saluran Distribusi
Menurut
Fandy Tjiptono, Gregorius Chandra, dan Dadi Andriana (2008) ada beberapa
saluran distribusi yang digunakan perusahaan adalah sebagai berikut :
1)
Distribusi Eksklusif Distirbusi ini dilakukan oleh perusahaan dengan hanya
menggunakan suatu pedagang besar atau pengecer dalam daerah pasar tertentu.
2)
Distribusi Intensif Perusahaan berusaha menggunakan beberapa penyalur terutama
pengecer sebanyak-banyaknya untuk mendekati dan mencapai konsumen.
3)
Distribusi Selektif Perusahaan yang menggunakan distribusi selektif ini
berusaha memilih suatu jumlah agen dan pedagang besar serta pengecer yang
terbatas dalam suatu daerah geografis.
Faktor
yang mendorong suatu perusahaan menggunakan distributor, adalah:
1)
Para produsen atau perusahaan kecil dengan sumber keuangan terbatas tidak mampu
mengembangkan organisasi penjualan langsung.
2)
Para distributor nampaknya lebih efektif dalam penjualan partai besar karena
skala operasi mereka dengan pengecer dan keahlian khususnya.
3)
Para pengusaha pabrik yang cukup model lebih senang menggunakan dana mereka
untuk ekspansi daripada untuk melakukan kegiatan promosi.
Pengecer
yang menjual banyak sering lebih senang membeli macam-macam barang dari seorang
grosir daripada membeli langsung dari masing-masing pabriknya.
d. Alternatif Saluran Distribusi
Beberapa alternatif saluran distribusi yang ada didasarkan pada jenis barang
dan segmentasi pasarnya, yaitu :
1)
Saluran distribusi barang konsumsi
a)
Produsen – Konsumen
Bentuk
saluran distribusi ini merupakan yang paling pendek dan sederhana karena tanpa
menggunakan perantara. Produsen dapat menjual barang yang dihasilkannya melalui
pos atau langsung mendatangi rumah konsumen (dari rumah ke rumah). Oleh karena
itu saluran ini disebut saluran distribusi langsung.
b)
Produsen – Pengecer – Konsumen
Produsen
hanya melayani penjualan dalam jumlah besar kepada pedagang besar saja, tidak
menjual kepada pengecer. Pembelian oleh pengecer dilayani oleh pedagang besar,
dan pembelian oleh konsumen dilayani pengecer saja.
c)
Produsen – Pedagang Besar – Pengecer – Konsumen
Saluran
distribusi ini banyak digunakan oleh produsen, dan dinamakan saluran distribusi
tradisional.
Di sini, produsen hanya melayani penjualan dalam jumlah besar
kepada pedagang besar saja, tidak menjual kepada pengecer. Pembelian oleh
pengecer dilayani pedagang besar, dan pembelian oleh konsumen dilayani pengecer
saja.
d)
Produsen – Agen – Pengecer – Konsumen
Di
sini, produsen memilih agen sebagai penyalurnya. Ia menjalankan kegiatan
perdagangan besar dalam saluran distribusi yang ada. Sasaran penjualannya
terutama ditujukan kepada para pengecer besar.
e)
Produsen – Agen – Pedagang Besar – Pengecer – Konsumen
Dalam
saluran distribusi, produsen sering menggunakan agen sebagai perantara untuk
menyalurkan barangnya kepada pedagang besar yang kemudian menjualnya kepada
toko-toko kecil. Agen yang terlihat dalam saluran distribusi ini terutama agen
penjualan.
2)
Saluran distribusi untuk barang industry
a)
Produsen – pemakai industri
b)
Produsen – distribusi – pemakai industri
c)
Produsen – agen – pemakai industri
d)
Produsen – agen – distributor industri – pemakai industri
3)
Saluran distribusi untuk jasa
a)
Produsen jasa – konsumen atau pemakai industri
b)
Penyedia jasa – agen – konsumen atau pemakai industri
c)
Penyedia jasa – perantara yang lain – konsumen atau pemakai industri
(Swastha
dan Irawan, 2005 : 295)
e. Fungsi Saluran Distribusi
Saluran
distribusi menjalankan pemindahan barang dan jasa dari produsen kepada
konsumen. Anggota saluran distribusi menjalankan beberapa fungsi pokok yaitu
membantu menyelesaikan transaksi dan melengkapi transaksi” (Philip Kotler,
2000).
1) Informasi
Fungsinya
mengumpulkan data, mendistribusikan riset pemasaran serta informasi intelijen
mengenai faktor dan kekuatan dalam lingkungan pemasaran yang dibutuhkan untuk
merencanakan dan membantu pertukaran.
2) Promosi
Fungsinya
mengembangkan dan menyebarluaskan komunikasi mengenai suatu perusahaan.
3) Kontak
Fungsinya
menemukan dan berkomunikasi dengan calon pembeli.
4) Penyesuaian
Fungsinya
membentuk dan menyesuaikan tawaran dengan kebutuhan pembeli, termasuk aktivitas
seperti pembuatan, percetakan, pemotongan dan pengemasan.
5) Negosiasi
Fungsinya
untuk mencapai persetujuan harga dan persyaratan lain dari tawaran sehingga
kepemilikan dapat dipindahkan.
f. Pemilihan lokasi
Walaupun
bukan merupakan bagian dari lingkungan internal lokasi merupakan aspek penting
dalam strategi saluran distribusi. Lokasi yang baik menjamin tersedianya akses
yang tepat sehingga dapat menarik sejumlah besar konsumen dan cukup kuat
mengubah pola belanja dan pembelian konsumen.
Tipe-Tipe Perantara
Industri
Saluran
menurut Kotler (2001) mengemukakan bahwa saluran distribusi adalah serangkaian
organisasi yang saling tergantung dan terlibat dalam proses untuk menjadikan
suatu barang atau jasa siap untuk digunakan atau dikonsumsi. Saluran distribusi
pada dasarnya merupakan perantara yang menjembatani antara produsen dan
konsumen.
Perantara
tersebut dapat digolongkan kedalam dua golongan, yaitu; pedagang perantara dan
agen perantara. Perbedaannya terletak pada aspek pemilikan serta proses
negosiasi dalam pemindahan produk yang disalurkan tersebut. Pengertian dari
pedagang perantara dan agen perantara sebagai berikut:
1. Pedagang
perantara
Pada dasarnya, pedagang
perantara bertanggung jawab terhadap pemilikan semua barang yang dipasarkannya
atau dengan kata lain pedagang mempunyai hak atas kepemilikan barang. Ada dua
kelompok yang termasuk dalam pedagang perantara, yaitu; pedagang besar dan
pengecer. Namun tidak menutup kemungkinan selain membuat barang juga
memperdagangkannya.
2.
Agen perantara
Agen perantara
mempunyai hak milik semua barang yang mereka tangani. Mereka dapat digolongkan
kedalam dua golongan, yaitu: 1) Agen penunjang terdiri dari: Agen pembelian dan
penjualan, Agen Pengangkutan dan Agen Penyimpanan, 2) Agen Pelengkap terdiri
dari: Agen yang membantu dalam bidang financial, Agen yang membantu dalam
bidang keputusan, Agen yang dapat memberikan informasi, Agen khusus.
Desain Saluran
Rancangan
Saluran
Distribusi
Ketika sebuah perusahaan ekspor memutuskan untuk menggunakan saluran distribusi
untuk memasarkan produknya, perusahaan harus bisa merancang desain saluran
distribusi yang tepat dan efisien. Perusahaan harus memahami pentingnya proses
merancang saluran distribusi ini karena biaya investasi awal yang dikeluarkan
tidaklah sedikit. Perusahaan harus memiliki pertimbangan-pertimbangan yang
matang dalam keputusan ini. Menurut Kotler and Armstrong (2014:372-374) serta
Boyd, Walker dan Larrece (2000:42) ada beberapa tahapan dalam melakukan
rancangan bentuk saluran distribusi, yaitu:
1)
Menganalisis keinginan dan kebutuhan konsumen
2)
Menentukan tujuan saluran
3)
Menentukan jenis dan jumlah perantara
4)
Mengevaluasi alternatif utama
Penanganan Anggota
Saluran
Menurut
Kotler yang diterjemahkan oleh Saladin (2004:154) mengemukakan bahwa anggota
saluran distribusi melaksanakan sejumlah fungsi utama dan berpartisipasi dalam
arus pemasaran sebagai berikut: informasi, promosi, negosiasi, pemesanan,
pembiayaan, pengambilan resiko, kepemilikan fisik, pembayaran, dan hak milik.
Supply
Chain Management
Untuk
dapat menawarkan produk yang menarik dengan tingkat harga yang bersaing, setiap
perusahaan harus berusaha menekan atau mereduksi seluruh biaya tanpa mengurangi
kualitas produk maupun standar yang sudah ditetapkan. Salah satu upaya untuk
mereduksi biaya tersebut adalah melalui optimalisasi distribusi material dari
pemasok, aliran material dalam proses produksi sampai dengan distribusi produk
ke tangan konsumen. Distribusi yang optimal dalam hal ini dapat dicapai melalui
penerapan konsep Supply Chain Management. Supply Chain Management sesungguhnya
bukan merupakan suatu konsep yang baru.
Menurut
Turban, Rainer, Porter (2004), terdapat 3 macam komponen rantai suplai, yaitu:
1. Rantai
Suplai Hulu (Upstream supply chain)
Bagian
upstream (hulu) supply chain meliputi aktivitas dari suatu perusahaan
manufaktur dengan para penyalurannya (yang mana dapat manufaktur, assembler,
atau keduaduanya) dan koneksi mereka kepada pada penyalur mereka (para penyalur
second-trier). Hubungan para penyalur dapat diperluas kepada beberapa strata,
semua jalan dari asal material (contohnya bijih tambang, pertumbuhan tanaman).
Di dalam upstream supply chain, aktivitas yang utama adalah pengadaan.
2. Manajemen
Rantai Suplai Internal (Internal supply chain management)
Bagian
dari internal supply chain meliputi semua proses pemasukan barang ke gudang
yang digunakan dalam mentransformasikan masukan dari para penyalur ke dalam
keluaran organisasi itu. Hal ini meluas dari waktu masukan masuk ke dalam
organisasi. Di dalam rantai suplai internal, perhatian yang utama adalah
manajemen produksi, pabrikasi, dan pengendalian persediaan.
3.
Segmen Rantai Suplai Hilir (Downstream
supply chain segment)
Downstream
(arah muara) supply chain meliputi semua aktivitas yang melibatkan pengiriman
produk kepada pelanggan akhir. Di dalam downstream supply chain, perhatian
diarahkan pada distribusi, pergudangan, transportasi, dan after-sales-service.
Menurut
Jebarus (2001) Supply Chain Management merupakan pengembangan lebih lanjut dari
manajemen distribusi produk untuk memenuhi permintaan konsumen. Konsep ini
menekankan pada pola terpadu yang menyangkut proses aliran produk dari supplier,
manufaktur, retailer hingga kepada konsumen. Dari sini aktivitas antara
supplier hingga konsumen akhir adalah dalam satu kesatuan tanpa sekat pembatas
yang besar, sehingga mekanisme informasi antara berbagai elemen tersebut
berlangsung secara transparan. Supply Chain Management merupakan suatu konsep
menyangkut pola pendistribusian produk yang mampu menggantikan pola-pola
pendistribusian produk secara optimal. Pola baru ini menyangkut aktivitas
pendistribusian, jadual produksi, dan logistic.
Integrated
Supply Chain. Semua perusahaan memerlukan sesuatu yang sangat ekonomis guna
melakukan kegiatan memproduksi untuk memperoleh keuntungan. Untuk mencapai
keinginan tersebut, kelancaran arus material yang diperlukan pasti melibatkan
lebih dari satu rantai pasokan. Faktor kritis dalam rantai pasokan yang efisien
adalah pembelian, karena tugas pembeliaan untuk menyeleksi pemasok (berikut
materialnya) dan kemudian membangun hubungan yang saling menguntungkan. Tanpa
pemasok yang baik dan tanpa pembelian yang memadai, rantai pasokan tidak akan
memiliki peran untuk kondisi pasar pada masa seperti sekarang ini. Supply Chain
Management diperlukan oleh perusahaan yang sudah mengarah pada pengelolaan
dengan sistem just in time, karena konsep just in time sangat menekankan
ketepatan waktu kedatangan material dari pemasok sampai ke tangan konsumen
sesuai dengan yang ditetapkan. Artinya, kedisiplinan dan komitmen seluruh mata
rantai harus benarbenar dilaksanakan, karena sistem just in time tidak
menekankan pada persediaan atau zero inventory. Sehingga apabila terjadi
penyimpangan pada salah satu mata rantai saja, maka akan mengganggu pasokan
material secara keseluruhan dan menghambat kelancaran tugas dari mata rantai
yang lain, karena tidak adanya persediaan. Untuk kondisi di Indonesia sistem
just in time akan berhasil kalau mata rantai terkait berada dalam satu cluster.
Bagi
perusahaan yang masih mementingkan persediaan karena karakteristik material
(misalnya faktor musiman) atau sebagai langkah antisipatif untuk menyiasati
lingkungan industri yang tidak stabil, Supply Chain Management juga diperlukan.
Peran Supply Chain Management untuk jenis perusahaan ini adalah menekan biaya
persediaan, karena persediaan yang tidak optimal akan menimbulkan dampak biaya
penyimpanan, biaya pemesanan, dan biaya backorder (apabila terjadi stockout).
Baik
perusahaan yang menerapkan sistem just in time maupun yang masih mementingkan
persediaan, Supply Chain Management yang dilaksankan akan lebih optimal apabila
diterapkan secara terintegrasi oleh seluruh mata rantai pasokan yang terkait.
Menerapkan konsep Supply Chain Management secara menyeluruh dan terintegrasi
tentu bukan merupakan hal yang mudah dilakukan perusahaan. Kesulitan akan
banyak dialami dalam kaitan dengan lingkungan eksternal yaitu hubungan dengan
supplier dan distributor serta konsumen akhir. Hal ini dapat terjadi karena
lingkungan eksternal relatif berada di luar kendali perusahaan, sehingga perlu
upaya kedua belah pihak untuk mencapai komitmen menjadi mata rantai yang saling
berkoordinasi untuk menyalurkan seluruh kebutuhan material sesuai yang
dibutuhkan.
Sekilas
konsep Supply Chain Management memiliki kesamaan dengan manajemen logistic,
karena keduanya mengelola arus baarang dan jasa melalui pembelian, pergerakan,
penyimpanan, adminitrasi, dan penyaluran barang. Selain itu baik Supply Chain
Management maupun manajemen logistic juga memiliki kesamaan dalam hal
peningkatan efisiensi dan efektivitas dalam pengelolaan barang. Perbedaan
Supply Chain Management dengan manajemen logistic terletak pada orientasinya.
Supply Chain Management mengusahakan hubungan dan koordinasi antar proses dari
perusahaan-perusahaan lain dalam business pipelines, mulai dari suppliers
sampai kepada pelanggan juga mengutamakan arus barang antar perusahaan, sejak
paling hulu sampai paling hilir. Sedangkan manajemen logistic berorientasi pada
perencanaan dan kerangka kerja yang menghasilkan rencana tunggal arus barang
dan informasi di seluruh perusahaan, jadi lebih terfokus pada pengelolaan
termasuk arus barang dalam perusahaan.
Dalam
perkembangannya, Supply Chain Management telah banyak mengalami evolusi yang
dapat digambarkan dalam 4 (empat) tahap sebagai berikut (Indrajit dan
Djokopranoto, 2002) :
1. Tahap
1
Dalam
tahap 1 ada semacam kesendirian dan ketidak-saling tergantungan fungsi produksi
dan fungsi logistic. Mereka menjalankan program-program sendiri yang terlepas
satu sama lain (in-complete isolation). Contohnya adalah bagian produksi yang
hanya memikirkan bagaimana membuat barang sesuai dengan mutu dan yang telah
ditetapkan, dan sama sekali tidak mau ikut memikirkan penumpukan inventory dan
penggunaan ruang gudang yang menimbulkan biaya persediaan yaitu biaya simpan.
2. Tahap
2
Dalam tahap 2 perusahaan sudah mulai menyadari
pentingnya integrasi perencanaan walaupun dalam bidang yang masih terbatas,
yaitu di antara fungsi internal yang paling berdekatan, misalnya produksi de ngan
inventory control dan functional integration yang lain.
3. Tahap
3
Dalam
tahap 3 integrasi perencanaan dan pengawasan atas semua fungsi yang terkait
dalam satu perusahan (internal integration).
4. Tahap
4
Pada
tahap 4 menggambarkan tahap sebenarnya dari suplly chain integration, yaitu
integrasi total dalam konsep perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan
(manajemen) yang telah dicapai dalam tahap 3 dan diteruskan ke upstreams yaitu
suppliers dan downsterams sampai ke pelanggan.
Evolusi
Supply Chain Management yang telah mencapai tahap keempat tersebut menunjukkan
suatu integrasi yang menyeluruh di antara seluruh komponen terkait sehingga
menuntut adanya transparansi arus informasi. Strategi kemitraan dapat digunakan
untuk mewujudkan kelancaran arus pasokan material dari pemasok sampai
distributor hingga ke tangan konsumen. Dengan startegi kemitraan maka perlu
mengembangkan komunikasi di antara semua pihak terkait, sehingga komunikasi
arus informasi maupun data yang dibutuhkan akan lebih lancar.
Manfaat
Supply Chain Management. Secara umum penerapan konsep SCM dalam perusahaan akan
memberikan manfaat yaitu (Jebarus, 2001) kepuasan pelanggan, meningkatkan
pendapatan, menurunnya biaya, pemanfaatan asset yang semakin tinggi,
peningkatan laba, dan perusahaan semakin besar.
1.
Kepuasan pelanggan. Konsumen atau pengguna produk merupakan target utama dari
aktivitas proses produksi setiap produk yang dihasilkan perusahaan. Konsumen
atau pengguna yang dimaksud dalam konteks ini tentunya konsumen yang setia
dalam jangka waktu yang panjang. Untuk menjadikan konsumen setia, maka terlebih
dahulu konsumen harus puas dengan pelayanan yang disampaikan oleh perusahaan.
2.
Meningkatkan pendapatan. Semakin banyak konsumen yang setia dan menjadi mitra
perusahaan berarti akan turut pula meningkatkan pendapatan perusahaan, sehingga
produk-produk yang dihasilkan perusahaan tidak akan ‘terbuang’ percuma, karena
diminati konsumen.
3.
Menurunnya biaya. Pengintegrasian aliran produk dari perusahan kepada konsumen
akhir berarti pula mengurangi biaya-biaya pada jalur distribusi.
4.
Pemanfaatan asset semakin tinggi. Aset terutama faktor manusia akan semakin terlatih
dan terampil baik dari segi pengetahuan maupun keterampilan. Tenaga manusia
akan mampu memberdayakan penggunaan teknologi tinggi sebagaimana yang dituntut
dalam pelaksanaan Supply Chain Management.
5.
Peningkatan laba. Dengan semakin meningkatnya jumlah konsumen yang setia dan
menjadi pengguna produk, pada gilirannya akan meningkatkan laba perusahaan.
6.
Perusahaan semakin besar. Perusahaan yang mendapat keuntungan dari segi proses
distribusi produknya lambat laun akan menjadi besar, dan tumbuh lebih kuat.
Keenam
manfaat yang sudah dijelaskan seperti tersebut di atas merupakan manfaat tidak
langsung. Secara umum, manfaat langsung dari penerapan Supply Chain Management
bagi perusahaan adalah :
1.
Supply Chain Management secara fisik dapat mengkonversi bahan baku menjadi
produk jadi dan mengantarkannya kepada konsumen akhir. Manfaat ini menekankan
pada fungsi produksi dan operasi dalam sebuah perusahaan. Dalam fungsi ini
dilakukan penggunaan dari seluruh sumber daya yang dimilki dalam sebuah proses
transformasi yang terkendali, untuk memberikan nilai pada produk yang
dihasilkan sesuai dengan kebijaksanaan perusahaan dan mendistribusikannya
kepada konsumen yang dibidik.
2.
Supply Chain Management berfungsi sebagai mediasi pasar, yaitu memastikan apa
yang dipasok oleh rantai suplai mencerminkan aspirasi pelanggan atau konsumen
akhir tersebut. Dalam hal ini fungsi pemasaran yang akan berperan. Melalui
pelaksanaan Supply Chain Management, pemasaran dapat mengidentifikasi produk
dengan karakteristik yang di- minati konsumen. Selanjutnya fungsi ini harus
mampu mengidentifikasi seluruh atribut produk yang diharapkan konsumen tersebut
dan mengkomunikasikan kepada perancang produk. Apabila seleksi rancangan produk
sudah dilakukan dan dilakukan pengujian maka produk dapat diproduksi. Sehingga
Supply Chain Management akan berperan dalam memberikan manfaat seperti point 1
tersebut.
Persyaratan
Penerapan Supply Chain Management. Sebagai suatu konsep yang melibatkan banyak
pihak sebagai mata rantai, Supply Chain Management menuntut beberapa
persyaratan yang tidak hanya terkait dengan material, tetapi juga informasi.
Syarat utama dari penerapan Supply Chain Management tentunya dukungan
manajemen. Manajemen semua level dari strategis sampai operasional harus
memberikan dukungan mulai dari proses perencanaan, pengorganisasian,
koordinasi, pelaksanaan, sampai pengendalian. Selain dukungan manajemen, syarat
lain merupakan syarat yang melibatkan faktor eksternal yaitu pemasok dan
distributor. Sebelum membangun komitmen dan melaksanakan ‘kontrak kerja’ dengan
para pemasok, maka perusahaan terlebih dahulu harus melaksanakan evaluasi
pemasok. Sebagi catatan, melaksanakan evaluasi pemasok untuk pemasok yang
‘bermain’ dalam pasar yang monopoli tentunya sulit dan tidak bisa dilaksanakan,
sehingga yang perlu dilakukan untuk kondisi ini adalah membangun kemitraan
dalam suatu kesepakatan.
Evaluasi
pemasok dilakukan apabila untuk material yang sama dapat diperoleh lebih dari
satu alternatif pemasok. Setidaknya ada tiga kriteria dalam melakukan evaluasi
pemasok, yaitu : keadaan umum pemasok, keadaan pelayanan, dan keadaan material.
Beberapa contoh indikator dari setiap kriteria evaluasi pemasok adalah sebagai
berikut (Gaspersz, 2002) :
1.
Keadaan umum pemasok
-
Ukuran atau kapasitas produksi
-
Kondisi financial
-
Kondisi operasional
-
Fasilitas riset dan desain
-
Lokasi geografis
-
Hubungan dagang antar industri
2.
Keadaan pelayanan
-
Waktu penyerahan material
- Kondisi kedatangan material
-
Kuantitas pemesanan yang ditolak
-
Penanganan keluhan dari pembeli
-
Bantuan teknik yang diberikan
-
Informasi harga yang diberikan
3.
Keadaan material
-
Kualitas material
-
Keseragaman material
-
Jaminan dari pemasok
– Keadaan pengepakan (pembungkusan)
Dari
ketiga kriteria tersebut, bobot (berdasarkan tingkat kepentingan) yang terbesar
diberikan pada kriteria keadaan material, karena keadaan material akan
mempengaruhi kinerja fungsi produksi dan operasi khususnya kualitas produk.
Selanjutnya dilakukan penilaian untuk setiap indikator dan dihitung total
skornya.
Syarat
berikutnya adalah pemilihan distributor sebagai perantara produk perusahaan
sampai ke tangan konsumen akhir. Intensitas saluran distribusi yang ideal bagi
suatu perusahaan adalah bagaimana menyajikan jenis produk secara luas dalam
pemuasan kebutuhan konsumen (Sitaniapessy, 2001). Penggunaan distributor yang
terlalu sedkit dapat membatasi penyebaran jenis produk dalam aktivitas
pemasaran. Sebaliknya, penggunaan distributor yang terlalu banyak dapat
mengganggu brand image dalam posisinya berkompetisi. Satu kunci yang penting
dalam mengelola saluran distribusi adalah menentukan berapa banyak saluran
distribusi yang dikembangkan serta membentuk suatu pola kemitraan yang
menunjang pemasaran suatu produk dalam area pemasaran tertentu
Satu
lagi persyaratan yang penting dalam penerapan Supply Chain Management adalah
transparansi arus informasi. Untuk dapat mendukung arus informasi yang
transparan dari seluruh mata rantai yang terlibat dalam Supply Chain Management
diperlukan komitmen (dapat dicapai melalui kemitraan dan kesepakatan) disertai
dengan ketersediaan database. Konsep database yang dimaksud dalam hal ini bukan
hanya kumpulan data yang dikelola dan dikendalikan secara terpusat, melainkan
data tersebut harus memenuhi lima kriteria sebagai berikut :
1.
Ketersediaan, kapanpun diperlukan harus tersedia disertai dengan kemudahan
akses.
2.
Kemampuan dipergunakan untuk berbagi kebutuhan terkait
3.
Kemampuan data untuk selalu berkembang dalam konteks yang efektif
4.
Jumlah data tidak tergantung kondisi fisik penyimpan data (penyimpan data yang
harus menyesuaikan jumlah data)
5.
Konsistensi dan validitas data
Tantangan
Penerapan Supply Chain Management.Meskipun Supply Chain Management memiliki
banyak manfaat dalam menjalankan sistem produksi dan operasi di perusahaan,
tetapi ada beberapa tantangan yang harus dihadapi dan disikapi oleh perusahaan
apabila akan menerapkannya. Tantangan yang pertama berasal dari lingkungan
makro dan juga lingkungan eksternal. Misalnya saja trend perekonomian global
yang menunjukkan adanya kecenderungan inflasi, khususnya di Indonesia. Hal ini
disebabkan karena persaingan di tingkat global memang sangat meningkat. Selain
itu juga ke-cenderungan konsumen perilaku konsumen yang menunjukkan sikap
terlalu rumit dan banyak menuntut. Faktor eksternal lain adalah perkembangan
teknologi. Perkembangan teknologi yang terkait dengan teknologi informasi
sedapat mungkin diadaptasi oleh perusahaan-perusahaan yang menerapkan Supply
Chain Management sehingga dapat mengelola informasi yang bergerak sangat cepat
untuk menanggapi perpindahan produk. Sehingga sangat perlu bagi perusahaan yang
menerapkan Supply Chain Management untuk memiliki peralatan fungsional seperti
(Watanabe, 2001) :
1.
Demand management / forecasting
2.
Advanced planning and scheduling
3.
Transportation management
4.
Distribution and deployment
5.
Production planning
6.
Available to promise
7.
Supply Chain Modeler
8.
Optimizer (Linier programming, non linier programming, heuristic, dan genetic
algorithm)
Selain
tantangan-tantangan tersebut, tantangan yang juga sering dihadapi khususnya
negara berkembang adalah masalah infrastruktur termasuk birokrasi yang rumit.
Masalah ini akan memberikan dampak yang signifikan terhadap tantangan Supply
Chain Management yang lain, yaitu teknologi informasi.
Di
sisi lain, ada juga tantangan yang dapat digolongkan dalam lingkungan mikro
atau di lingkungan perusahaan itu termasuk stakeholdernya. Misalnya saja
pengukuran kinerja tidak didefinisikan dengan baik. Setiap channel menggunakan
ukuran sendiri-sendiri, dan tidak ada perhatian untuk membuat keterkaitan dalam
model matriks yang mengukur kinerja rantai secara keseluruhan.
Terkait
dengan manajemen persediaan, kadang-kadang kebijakan persediaan terlalu
sederhana, faktor-faktor ketidakpastian diperhitungkan dalam pembuatan
kebijakan-kebijakan tersebut, kadang-kadang terlalu statis. Selain itu
terkadang pemahaman terhadap konsep Supply Chain Management tidak lengkap,
fokusnya sering berorientasi pada operasi internal saja, tidak dapat membedakan
antara pelayanan terhadap intermediate consumers dengan end consumers. Untuk
mengatasi tantangan tersebut, terlebih dahulu perusahaan harus melakukan
perbaikan dan membangun komitmen di lingkungan internal perusahaan tersebut,
baru kemudian membangun kemitraan dan komitmen dengan mata rantai lain di
lingkungan eksternal. Satu hal yang juga penting dalam mengatasi tantangan
untuk penerapan Supply Chain Management adalah mengelola informasi dalam sebuah
sistem yang harus mendukung proses pengambilan keputusan di wilayah penerapan
Supply Chain Management.
Manajemen logistic
Manajemen
Logistik Menurut Bowersox, DJ (2006) dalam Rizky (2012), manajemen logistik
adalah proses pengelolaan yang strategis terhadap pemindahan dan penyimpanan
barang, suku cadang, barang jadi dari para supplier kepada para pelanggan.
Menurut
Seto dkk (2004) dalam Khasanah (2010), manajemen pengelolaan obat mempunyai
fungsi
manajemen logistik sebagai berikut:
Perencanaan
adalah tindakan dalam pemenuhan kebutuhan yang menyangkut proses memilih, seleksi,
dan menetapkan jenis dan jumlah logistik.
Pengadaaan
adalah kegiatan operasional untuk memenuhi kebutuhan yang telah ditetapkan
berdasarkan proses perencanaan.
Penganggaran adalah
perumusan perincian kebutuhan dalam skala mata uang.
Penerimaan adalah
kegiatan menerima logistik oleh petugas gudang dari petugas pengirim barang
sesuai dengan jumlah barang yang di minta.
Penyimpanan
dilakukan untuk menjaga kualitas barang sehingga tidak mengalami kerusakan.
Distribusi Pemasaran
Fisik
DISTRIBUSI FISIK
Fisik
yang juga dikenal sebagai logistik, mengacu pada kegiatan-kegiatan yang
digunakan untuk memindahkan produk dari produsen kepada konsumen dan pengguna
akhir lainnya. Sistem distribusi fisik harus memenuhi kebutuhan rantai pasokan
dan pelanggan. Menurut Tjiptono (2008:204), Distribusi fisik adalah segala
kegiatan untuk memindahkan barang dalam jangka waktu tertentu. Perpindahan
fisik ini dapat berupa perpindahan barang jadi dari jalur produksi ke konsumen
akhir dan perpindahan barang mentah dari sumber ke jalur produksi. Dalam
terminologi sederhana, sebuah distribusi adalah pipa atau jalur ke pasar.
Menurut Kotler dan Armstrong (2008:60) Distribusi fisik adalah tugas yang
dilibatkan dalam perencanaan, pengimplementasian dan pengendalian aliran fisik
bahan barang akhir, dan informasi yang berhubungan dari titik asal ke titik
konsumsi untuk memenuhi kebutuhan pelanggan dalam kondisi untuk mendapatkan
laba. Sedangkan menurut Solomon, Marshall, and Stuart (2008: 490)
kegiatan-kegiatan yang digunakan untuk memindahkan barang dari produsen ke
pelanggan akhir, termasuk pemrosesan pesanan, pergudangan, transportasi, dan
persediaan.
Dari
beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa distribusi fisik adalah
menggerakkan barang yang meliputi perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan,
dan pengawasan arus bahan dan produk akhir dari tempat asal ke tempat pemakai
atau dari produsen sampai konsumen untuk memenuhi kebutuhan pelanggan dengan
mendapatkan laba. Penyaluran ini dimaksudkan dalam rangka pemasaran barang dan
pemindahan sejak dari produsen hingga kepada konsumen akhir atau pemakai
industri.
FUNGSI
DISTRIBUSI FISIK
Sebuah
perusahaan dapat dipandang sebagai sistem keseluruhan, begitu pula saluran yang
digunakan oleh perusahaan dalam mencapai konsumen akhir. Dalam hal ini,
keberhasilan perusahaan sering tergantung pada hasil kerja distribusinya karena
distribusi fisik merupakan sebuah jaringan organisasi yang melaksanakan
fungsi-fungsi yang menghubungkan produsen dengan para pemakai akhir. Distribusi
fisik terdiri atas institusi dan agensi yang saling tergantung dan terkait,
berfungsi sebagai sebuah sistem atau jaringan yang bekerja sama dalam upaya
memproduksi dan mendistribusikan sebuah produk kepada para pemakai akhir.
TUJUAN
DISTRIBUSI FISIK
Menurut
Sastradipoera (2003: 161) distribusi fisik sebagai satu kegiatan manajemen
marketing yang mempunyai tiga buah tujuan utama. Ketiga buah tujuan distribusi
fisik tersebut meliputi:
a.
Pemberian pelayanan kepada para pelanggan sebaik dan senyaman mungkin.
Pelayanan yang dimaksud mencapai waktu siklis pesanan rata-rata dari rentang
waktu dan frekuensi yang cukup memadai.
b.
Menghemat biaya keseluruhan untuk pemberian pelayanan hingga titik minimum yang
mungkin. Dengan cara mengurangi hingga mencapai titik minimum pesanan yang
dikembalikan. Jika pengembalian pesanan terjadi, mengurangi banyaknya waktu
dalam pengiriman barang yang dikembalikan.
c.
Merealisasi rencana laba dengan melaksanakan pelayanan kepada pelanggan dan
meminimalkan biaya. Salah satu diantaranya dengan mengurangi sejauh mungkin
persen pesanan yang dikirimkan yang berisi barang-barang yang rusak, cacat,
atau tidak memenuhi syarat perjanjian dalam pesanan.
Menurut
Gitosudarmo (2012: 84) proses logistik haruslah menjangkau sasaran berupa: a.
Penyerahan barang yang tepat waktu. b. Dapat memenuhi kebutuhan mendadak. c.
Menanggung resiko kerusakan barang yang ditanganinya. d. Menyimpan barang
sebelum menyerahkannya kepada konsumen.
EFEKTIVITAS
DISTRIBUSI FISIK
Pada
dasarnya pengertian efektifitas yang umum menunjukkan pada taraf tercapainya
hasil, sering atau senantiasa dikaitkan dengan pengertian efisien, meskipun
sebenarnya ada perbedaan diantara keduanya. Efektifitas menekankan pada hasil
yang dicapai, sedangkan efisiensi lebih icapai itu dengan membandingkan antara
keluar masuknya barang.
Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia (2006:104), efektif didefinisikan sebagai upaya
yang berhasil guna. Keefektifan atau efektivitas berarti melakukan perbuatan
atau proses yang berhasil guna atau yang benar. Efektif atau tidaknya suatu
strategi distribusi dapat dilihat dari seberapa jauh sasaran perusahaan dapat
tercapai. Efektivitas dalam hal ini adalah di mana efektivitas banyak
mempengaruhi hubungan antara pelanggan dengan perusahaan di mana akan
diwujudkan dalam bentuk keuntungan yang diperoleh oleh kedua belah pihak, baik
konsumen ataupun perusahaan.
Efektivitas
saluran distribusi memiliki pengertian yang lebih komplek dari pengertian
efektivitas. Dalam salah satu artikel forum bisnis mengatakan bahwa Effective distribution, it should be
understood as achieving the highest levels of penetration among the target
market for the highest net return for the manufacturer. Distribusi yang
efektif, dapat dipahami sebagai menerima hasil tertinggi dari penetrasi pasar
sasaran yang berupa laba tertinggi bagi produsen
Dari
pengertian tersebut dapat diketahui bahwa efektivitas memegang peranan penting
dalam usaha memasarkan produk kepada konsumen serta meningkatkan penjualan.
Perusahaan bekerja memaksimalkan efektivitas dari penjualan langsung,
perwakilan, distributor, dan pengecer. Menaksir kinerja dari saluran penjualan,
merekomendasikan alternatif dengan maksud mendapatkan konsumen, dan
mengembangkan kemampuan dari penjualan merupakan salah satu aspek penting
perusahaan.
Perusahaan
dalam menjalankan kegiatannya harus mempunyai ukuran untuk menganalisis situasi
ini,
Menurut Kotler dan Armstrong (2008:369) Biaya distribusi fisik sebagai
element berapa persen total distribusi keseluruhan, maka dari itu faktorfaktor
tersebut dijadikan ukuran mempengaruhi efektivitas terhadap penjualan, yaitu:
A.
Pengelolaan pesanan
Pesanan
dapat diserahkan dengan berbagai cara lewat pos atau telpon, lewat wiraniaga,
atau via online dan pertukaran data electronic (EDI= electronic data
interchange). Setelah diterima, pesanan harus diproses dengan cepat dan tepat
,produk yang tidak ada dianggap pesanan tertunda, barang yang dikirimkan
disertai dengan dokumen pengiriman dan penagihan, biasanya dikirim kepada
berbagai bagian. Baik perusahaan maupun pelanggaan mengenyam manfaat jika
langkahlangkah pemrosesan dilaksanakann secara efisien.
Menurut
Pride and Ferrell (2009:361) Pengelolaan pesanan adalah penerimaan dan
pengiriman untuk menjual informasi pesanan. Meskipun manajemen kadang-kadang
mengabaikan pentingnya kegiatan ini, agar efisien pengolahan memfasilitasi
aliran produk. Sedangkan menurut Bearden, Ingram, and Laforge (2004: 364)
pengelolaan pesanan adalah kegiatan yang sangat penting untuk memastikan bahwa
pelanggan mendapatkan apa yang mereka pesan dan dengan layanan yang sesuai
untuk mendukung kepuasan pelanggan. Akurasi dan ketepatan waktu adalah tujuan
utama dari proses pesanan. Sedangkan menurut Kotler and Keller (2012:466)
Kebanyakan perusahaan saat ini berusaha untuk memperpendek siklus pembayaran.
waktu yang berlalu antara penerimaan pesanan, pengiriman, dan pembayaran.
Siklus ini memiliki banyak langkah, termasuk pengiriman barang oleh penjual,
order entry, kredit pelanggan cek, persediaan, penjadwalan produksi, order,
pengiriman faktur, dan penerimaan pembayaran. Semakin lama siklus ini memakan
waktu, semakin rendah kepuasan pelanggan dan semakin rendah keuntungan
perusahaan.
B.
Persediaan
Faktor
penting yang lain dalam sistem distribusi fisik adalah persediaan secara
efektif terhadap komposisi dan besarnya persediaan. Tujuannya adalah
meminimumkan jumlah investasi dan meminimumkan fluktuasi dalam persediaan
sambil melayani pesanan dari pembeli. Menurut Ristono (2009: 3) Persediaan
adalah pengendalian barang atau usaha memonitor dan menentukan tingkat
komposisi bahan yang optimal dalam menunjang kelancaran dan efektivitas serta
efisiensi dalam kegiatan perusahaan. Menurut Armstrong and Kotler (2009: 345)
Persediaan di sini, manajer harus memperhatikan keseimbangan yang rapuh antara
menjual terlalu sedikit, perusahaan menanggung resiko tidak mempunyai produk
ketika pelanggan harus membeli. Keputusan persediaan melibatkan pengetahuan
akan kapan harus memesan dan seberapa banyak yang harus dipesan. Dalam
memutuskan kapan harus memesan perusahaan menyeimbangkan resiko kekurangan
barang terhadap biaya menyimpan terlalu banyak.
C.
Pergudangan
Menurut
Armstrong and Kotler (2009: 345) Perusahaan harus memutuskan berapa banyak dan
jenis gudang yang dibutuhkannya dan di mana gudang itu ditempatkan. Perusahaan
mungkin menggunakan gudang penyimpanan atau pusat distribusi. Sedangkan menurut
Bearden, Ingram, and Laforge (2004:351), Pergudangan merupakan aspek penting
dari strategi saluran pemasaran bagi perusahaan apapun, itu mengacu pada
kegiatan pemasaran yang berhubungan dengan menjual produk kepada pembeli dan
menggunakannya untuk membuat produk lain, atau menggunakannya untuk melakukan
kegiatan bisnis.
Dari
beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pergudangan adalah sarana
untuk menyimpan produk sebelum dapat dijual. Suatu perusahaan harus dapat
memutuskan berapa banyak dan jenis dari gudang yang dibutuhkannya, dan di mana
gudang tersebut akan ditempatkan. Oleh karena itu harus menyeimbangkan tingkat
layanan pelanggan dengan biaya distribusi.
D.
Transportasi
Menurut
Armstrong and Kotler (2009: 346) Pilihan angkutan transportasi mempengaruhi
penetapan harga produk, kinerja pengiriman, dan kondisi barang saat barang itu
tiba semua akan mempengaruhi kepuasan pelanggan. Sedangkan Menurut Lamb, Hair,
and McDaniel (2011:468) Transportasi biasanya menyumbang 5 sampai 10 persen
dari harga barang. Rantai pasokan logistik harus memutuskan modus transportasi
yang digunakan untuk memindahkan produk dari pemasok ke produsen dan dari
produsen ke pembeli. Pemasar perlu memberikan perhatian kepada keputusan
transportasi perusahaan mereka. Perusahaan dapat memilih menggunakan sarana
transportasi dengan jalur darat menggunakan truk dan kereta api atau melalui
air menggunakan kapal.
Menurut
Lamb, Hair, and McDaniel (2011:468- 469) Keputusan transportasi itu tentu saja
terkait untuk semua keputusan logistik lainnya. Lima mode utama transportasi
rel kereta api, operator motor, pipa, transportasi air, dan saluran udara.
Perusahaan bebas memilih menggunakan transportasi apa.
Analisis efektifias
saluran distribusi
Dalam
usaha untuk mencapai tujuan dan sasaran perusahaan dibidang pemasaran, setiap
perusahaan melakukan kegiatan penyaluran. Penyaluran merupakan kegiatan
penyampaian produk sampai ketangan si pemakai atau konsumen pada waktu yang
tepat. Oleh karena itu, kebijakan penyaluran merupakan salah-satu kebijakan
pemasaran terpadu yang mencakup penentuan saluran pemasaran (marketing
channels) dan distribusi fisik (physical distribution). Kedua faktor ini
mempunyai hubungan yang sangat erat dalam keberhasilan penyaluran dan sekaligus
keberhasilan pemasaran produk perusahaan. Efektivitas penggunaan saluran
distribusi diperlukan untuk menjamin tersedianya produk disetiap mata rantai
saluran tersebut.
a. Strategi
Pembinaan dan Pengembangan
Saluran
Distribusi Untuk memungkinkan berhasilnya usaha penyaluran yang tercermin dalam
peningkatan jumlah penjualan dan pemasaran, maka perlu dilakukan motivasi dan
bantuan kepada para penyalur. Hal ini perlu dilakukan karena para penyalur akan
lebih berperan, apabila terdapat dorongan untuk mencapai tjuan (objective) dan
motifnya seperti diketahui, setiap orang yang memasuki suatu usaha tertentu
sudah pasti mempunyai motif tertentu. Sebagai akibatnya, tinggi-rendahnya produktivitas
dan efektivitas usaha seseorang untuk berprestasi akan banyak dipengaruhi oleh
motif yang mendorongnya untuk berusaha.
Oleh
karena itu, apa yang diharapkan oleh suatu perusahaan produsen dari hasil kerja
penyalurnya hanya dapat diperoleh dengan baik, apabila diperhatikan:
1)
Motivasi masing-masing penyalur.
2)
Insentif atau perangsang yang akan diberikan kepada para penyalur.
3)
Penghargaan yang diberikan kepada para penyalur yang telah berhasil dalam
melaksanakan atau mengemban tugasnya dengan baik.
Motif
utama dan yang umum terdapat dari setiap penyalur adalah motif untuk
mendapatkan keuntungan/laba yang dapat menjamin kelangsungan usahanya. Dengan
kata lain, tingkat labalah yang mendorong para penyalur ikut dalam kegiatan
penyaur produk perusahaan. Oleh karena itu, untuk keberhasilan usaha pemasaran
produk, perusahaan produsen harus dapat menetapkan strategis yang tepat dengan
memberi keuntungan yang wajar kepada para penyalurnya. Pembinaan keuntungan
para penyalur biasanya dilakukan dengan menetapkan potongan dari harga
penjualan yang telah ditetapkan oleh perusahaan. Di samping pemberian potongan,
perusahaan dapat pula meberikan hadiah bagi para penyalur yang telah mencapai
target penjualan yang telah ditetapkan. Semua ini dilakukan perusahaan produsen
dalam membina dan mengembangkan saluran distribusi, di mana dibutuhkan dukungan
(support) dan loyalitas dari penyalur bagi keberhasilan pemasaran akan produk
perusahaan. Oleh karena itu, pulalah setelah sistem penyaluran perusahaan
ditentukan, maka perlu dilakukan:
1)
Penyeleksian atau pemilihan para penyalur.
2)
Penyusunan suatu sistem insentif atau motivasi bagi para penyalur.
3) Penilaian terhadap tiap penyalur.
b. Strategi
Penentuan/Pemilihan Saluran Distribusi
Perusahaan
dalam mengambil keputusan untuk memilih penyalur yang akan memasarkan
produknya, perlu mempertimbangkan faktor-faktor yang telah diutarakan di atas,
serta faktor lainnya yang mempengaruhi pemilihan penyalur dan berapa jumlah
penyalur, yang diikuti dengan penetapan fungsi-fungsi pemasaran yang harus
dijalankan oleh penyalur serta syarat-syarat dan tanggung jawab penyalur tersebut.
Faktor-faktor
pemilihan penyalur adalah:
1)
Pola saluran distribusi
2)
Banyaknya atau jumlah penyalur
3)
Lokasi atau daerah penyalur
4)
Bonafiditas para penyalur yang tercermin dari likuiditasnya
5)
Reputasi dari penyalur
6)
Kemampuan mejual dan jaringan distribusi yang luas
7)
Mempunyai tenaga penjual yang terlatih dan sarana atau fasilitas yang memadai.
Semua
faktor ini perlu diperhatikan untuk dapat berhasilnya kegiatan pemasaran,
terutama dalam penyampaian produk ke tangan konsumen secara efektif, tepat pada
waktu dan jumlah yang dibutuhkan oleh konsumen, dengan mutu/kualitas yang baik,
melalui saluran distribusi yang ditetapkan. Lembaga yang digunakan dalam
penyaluran produk ini dapat berupa dealer, distributor, agen penjualan dan agen
pembelian, wholesaler, dan retailer. Pemilihan Lembaga ini termasuk dalam
kebijakan penyaluran yang merupakan tindakan/kegiatan yang dilakukan dalam
penyaluran produk dari produsen ke konsumen, sehingga tujuan perusahaan dalam
bidang penjualan/pemasaran dapat tercapai. Kebijakan ini mencakup pemilihan
sistem penyaluran, membangun para penyalur, mengkoordinasikan penyaluran serta
menilai, memperbaiki, dan mengendalikan penyaluran.
Pertimbangan
yang perlu diperhatikan dalam penetapan penyalur meliputi:
1)
Modal yang diperlukan
2)
Efisiensi penyaluran massal
3)
Balas jasa modal secara relatif
4)
Pengalaman dan efisiensi para penyalur
Pertimbangan
tersebut tidak terlepas dari penentuan jumlah penyalur dan kegiatan pembinaan
wilayah niaga. Kegiatan yang membagi daerah pasar ke dalam wilayah niaga
diperlukan dalam usaha pendistribusian produk sampai ke tangan konsumen yang
terdapat pada satu wilayah niaga, perlu memperhatikan jumlah penyalur yang
dibutuhkan berdasarkan potensi konsumen di wilayah niaga tersebut dan kemampuan
penyalur menyampaikan produk perusahaan, di dalam suatu wilayah niaga mungkin
ditetapkan penggunaan beberapa penyalur dengan mempertimbangkan letak/daerah
lokasi dari para penyalur tersebut.
Kesimpulan
Saluran distribusi industri dan pemasaran logistik. Terdapat perbedaan sifat saluran dalam
distribusi industri yang dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain
pertimbangan pasar dan pertimbangan barang. Terdapt pula tipe-tipe perantara
dalam saluran distribusi industri kemudian menjadikan saluran distribusi yang
khusus berbeda dengan jasa. Dalam industri juga terdapat SCM (Supply Chain
Manajemen), Manajemen logistik dan distribusi pemasaran fisik.
Daftar pustaka
Adelia, Septy. 2019. Analisis Strategi
Saluran Distribusi Pada Pt. Rajawali Nusindo Cabang Medan
Ardiyanta,
Oky. 2013. Analisis
Strategi Distribusi Untuk Meningkatkan Volume Penjualanpada Pt. Salama
Nusantara
Fadli,
Ainur Mansururi, Achmad Fauzi Dan
Dahlan
Fanani. 2014. Efektifitas Distribusi Fisik Dalam Meningkatkan Penjualan. Jurnal Administrasi Bisnis (Jab) | Vol.
7 No. 1 Januari 2014 |
Kawileh, Fahmi Ahmad.2014. Analisis Pengaruh Saluran
Distribusi Langsung Dan Tidak Langsung Terhadap Volume Penjualan Tekstil Di Pt.
Sari Warna Asli Karanganyar
Lestari, Paramita Boni Dan Setya Haksama. 2017. Analisis Fungsi Manajemen Logistik
Di Badan Pemberdayaan Masyarakat Dan Keluarga Berencana Kota Surabaya. Jurnal Administrasi Kesehatan Indonesia
Volume 5 Nomor 1 Januari-Juni 2017
Setyadi, M. Hafizh, Achmad Fauzi Dan Wilopo. 2015. Analisis Rancangan, Seleksi, Dan
Pelaksanaan Saluran Distribusi Internasional Dalam Upaya Meningkatkan Penjualan
Luar Negeri (Studi Kasus Pada Pt. Behaestex Gresik). Jurnal Administrasi Bisnis (Jab)|Vol. 23
No. 2 Juni 2015|
Widyarto,
Agus. 2012. Peran
Supply Chain Management Dalam Sistem Produksi Dan Operasi Perusahaan. Benefit Jurnal Manajemen Dan Bisnis
Volume 16, Nomor 2, Desember 2012, Hlm. 91-98